Sabtu, 12 Desember 2009



Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang

03/11/2009


Dari sudut pertumbuhan ekonomi, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Sabang merupakan Kawasan Strategis Nasional. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang telah ditetapkan dengan UU No. 37/2000.

Secara geografis, kawasan Sabang, yang terletak di Pulau Weh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), berada di jalur lintasan kapal internasional. Pantai-pantai di Sabang juga memiliki laut pesisir yang dalam dan memenuhi syarat untuk kapal-kapal besar berlabuh.

Provinsi Aceh itu sendiri juga berada pada jalur perdagangan negara-negara di benua Asia, seperti India, Srilanka, Pakistan, Iran, Irak, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Oman Yaman, dan Mesir. Begitu pula, jalur perdagangan Afrika, semisal Tanzania, Kenya, Kepulauan Madagaskar, juga melalui wilayah ini.

Berkaitan dengan itu, Bappenas mengadakan rapat presentasi hasil-hasil yang dicapai Badan Pengembangan Kawasan (BPK) Sabang dan BPK Batam tahun anggaran 2008-2009, serta Rencana Kegiatan dan Anggaran untuk Pengusahaan KPBPB Sabang dan Batam, berikut masukan dari Kementerian/Lembaga (K/L). Rapat ini dipimpin Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP di ruang SS 4, Selasa (3/11), mulai pukul 10.30 WIB-selesai; dan dihadiri perwakilan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, BPK Sabang dan BPK Batam.

Beberapa agenda yang menjadi pembahasan dalam rapat antara lain, pertama, memantapkan peran dan fungsi KPBPB Sabang sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Kedua, mengkonfirmasikan rencana induk Pengembangan KPBPB Sabang yang mengacu Master Plan Kawasan Sabang 2007-2021 yang telah ditetapkan dengan Gubenur NAD. Ketiga, menginformasikan perkembangan pembangunan KPBPB Sabang 2009. Keempat, KPBPB menginformasikan Rencana Kegiatan dan Anggaran Pembangunan Sabang 2010. Kelima, mensinkronkan Rencana Kegiatan KPBPB Sabang dengan Rencana Kegiatan pada K/L terkait.

Dalam pengantar rapat, Pak Suprayoga mengharapkan keluaran bahwa perkembangan pembangunan Sabang 2009 berikut Rencana Kegiatan dan Anggaran pembangunan KPBPB Sabang 2010 dapat diinformasikan secara luas. Kemudian Rencana Kegiatan KPBPB Sabang yang didukung oleh K/L terkait dan Pemprov Aceh pada 2010 dapat disepakati.

Sedangkan pihak Bappeda NAD menjelaskan arah dan tujuan utama pengembangan Sabang, yaitu mengundang investasi asing, memperluas akses kepada pasar global, merangsang kegairahan pelaku industri lokal, serta mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat dengan memperbaiki iklim investasi maupun faktor-faktor yang menjadi penghambat investasi.
Arah berikutnya adalah sebagai zona yang berkembang menjadi kawasan internasional, dengan industri sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dengan didukung kelengkapan fasilitas infrastruktur, keamanan, residensial dan komersial, pendidikan dan pelatihan, serta fasilitas pelayanan kesehatan dan lainnya yang mendukung.

Pengembangan Sabang bertujuan mendorong dan memacu pertumbuhan, serta pemerataan ekonomi daerah dengan mensinergikan kebutuhan dan kepentingan lokal, nasional dan global. Tujuan berikutnya adalah mengembangkan New Economic Development (Socio Economic Develoment Plan).

Di sisi lain, Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Bappenas melihat terdapat tantangan pengembangan kawasan Sabang, antara lain adalah terbatasnya daya dukung kawasan (lahan), lantaran Pulau Weh sebagian besar merupakan daerah pegunungan (48%), perbukitan (39%), bergelombang (10%). Penggunaan lahan masih didominasi oleh hutan (53,8%), sisanya perkebunan sawah dan ladang, sementara itu untuk kawasan khusus KPBPB hanya tersedia 0,7%.

Tantangan berikutnya adalah kapasitas industri daerah juga terbatas. Umumnya industri berskala kecil dengan kapasitas produksi yang rendah; pengelolaan tradisional belum profesional; terbatasnya akses modal, sarana produksi dan pasar.

Masalah lain adalah infrastruktur belum memadai. Misalnya pelabuhan nasional bila ditinjau dari aspek pertumbuhan ekspor-impor, bongkar-muat barang, jumlah penumpang, posisi dan perannya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan perannya dalam pengembangan ekonomi regional.

Pelabuhan internasional juga belum memadai bila ditinjau dari aspek pengelolaan potensi wilayah hinterland, pertumbuhan ekspor-impor, bongkar-muat barang, jumlah penumpang, posisi dan perannya dalam RTRW, dan perannya dalam pengembangan ekonomi regional, nasional dan internasional.

Kondisi investasi pun masih tertinggal, mengingat sektor riil kurang berkembang. Begitu pula peran profesional kelembagaan pengelola kawasan masih perlu ditingkatkan; serta diperlukan pelimpahan kewenangan pusat ke daerah. (Humas)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar